Kebudayaan Daerah Kota Kediri

Larung Sesaji Gunung Kelud
Alkisah
kerajaan Bandarangin, rajanya bernama Joko Lodro bergelar Maheso Suro
dan Patihnya, ‘adik sang raja’ bernama Singo Lodro bergelar Jata Suro.
Sang Raja Maheso Suro menyuruh adiknya untuk melamarkannya seorang Ratu
yang cantik jelita dari kerajaan Dahanapura.
Ketika Jata Suro melihat kecantikan Dewi Kilisuci, ia berbalik hati
ingin mempersuntingnya sendiri Dewi Kilisuci. Oleh karena itu ia
membunuh Mahesa Sura, agar bisa mempersunting Dewi Kilisuci. Setelah
berhasil membunuh kakaknya, Jata Suro melamar Dewi Kilisuci, namun Dewi
Kilisuci memberi syarat agar dibuatkan sumur di daerah Kelud sampai
keluar airnya dan diselesaikan sebelum fajar tiba.
Patih Pujanggeleng bersama Dewi Kilisuci bersiasat, prajurit yang telah
siap membawa tombak-tombak kelor disiagakan di dekat sumur, ketika telah
dekat sumur Patih memasukan boneka tiruan Dewi Kilisuci ke dalam sumur,
tanpa pikir panjang Jata Sura langsung meloncat masuk ke dalam sumur
untuk menolongnya sebab ia khawatir akan keselamatan sang Dewi.
Setelah Jata Suro berada di dalam sumur, tombak-tombak kelor beserta
batu-batuan dilemparkan ke dalam sumur oleh prajurit Dahanapura sampai
penuh, dan akhirnya tamatlah riwayat Jata Sura.
Sebelum ajalnya Jata Suro mengeluarkan sesumbar:
“Yoh
wong Kediri mbesuk bakal pethuk piwalesku sing makaping-kaping yoiku,
Kediri bakal dadi kali, Blitar dadi Latar, Tulungagung Bakal dadi
kedhung”
Artinya: “Hai.. orang Kediri besok akan mendapat pembalasan saya yang
berkali-kali, yaitu Kediri akan menjadi sungai, Blitar akan jadi halaman
(datar/rata), Tulugagung menjadi telaga”
Sedangkan tumpukan-tumpukan batu yang menggunung, kemudian masyarakat Kediri menyebutnya Gunung Kelud.
TOLAK BALAK
Berangkat dari legenda dan sesumbar Jatasura tersebut di atas maka
masyarakat sekitar daerah Kelud sengaja membuat tolak balaknya
sendiri-sendiri, tujuannya meredakan kemarahan Jata Sura yang setiap
saat akan menghancurkan daerah sekitarnya bersama-sama dengan letusan
dan lahar gunung kelud. Tiap-tiap desa telah mempunyai prosesi
sendiri-sendiri yakni, ada menyiapkan sesaji, ada yang melaksanakan
kenduri (selamatan) dan lain-lain, yang dilaksanakan pada setiap bulan
sura.
Adapun
tolak balak yang dilakukan Masyarakat Desa Sugihwaras, Kecamatan
Ngancar, Kabupaten Kediri. Desa yang berada di sisi sebelah barat gunung
kelud, menyelenggarakan Upacara Adat Tradisi yang disebut “Larung
Sesaji Gunung Kelud”, yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat sebagai
bentuk rasa syukur atas perlindunganNya dari ancaman Lembu Sura yang
diyakini masyarakat setempat.
Kegiatan upacara adat tradisi ini telah dilaksanakan setiap tahun secara
turun temurun pada bulan sura kegiatan ini sampai saat tetap
berlangsung, dengan peserta yang hadir dari berbagai kalangan
masyarakat.
Sebab diyakini oleh masyarakat setempat bahwa Gunung Kelud merupakan
tempat pertemuan roh-roh halus se-Jawa-Bali. Hal ini ditandai dengan
banyaknya orang-orang Bali dan sekitarnya yang ikut mengadakan sesaji di
Gunung Kelud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar